Pertengahan Agustus 2008 lalu, pada final pemilihan Putri Indonesia, pemandu acara mengajukan sebuah pertanyaan kurang lebih seperti ini: “Kenapa mukadimah UUD 45 tidak diubah pada saat amandemen UUD 45 tahun 2002?”
Tiga finalis menjawab kurang lebih sama yaitu bahwa mukadimah UUD 45 sudah sempurna dan mengandung Pancasila yang merupakan cerminan kepribadian bangsa Indonesia. Jawaban mereka seperti beo yang diajari menghapal buku sejarah kebangsaan atau kewarganegaraan (dulu disebut civic). Mereka tidak tahu bahwa pada Pancasila banyak terdapat ketidak jelasan. Misalnya sila ketuhanan yang maha esa. Apa maksud maha esa, apakah tuhan harus satu saja. Kalau maha esa berarti paling hanya ada satu tuhan saja, yakni tuhan yang paling maha, tentu saja hal ini tidak bila diterapkan dalam kondisi sekarang akan menimbulkan gejolak. Lihat saja agama Kristen mereka mempercayai ada tiga Tuha, Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Roh Kudus. Demikian pula agama Hindu mengenal banyak sekali "Tuhan" yang diistilahkan dengan dewa yang mereka puja. Coba pikir, apakah Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esanya dapat mengayomi semua agama tadi. Kayaknya tidak dech, kalau memang benar-benar mau diterapkan tentu hanya agama Islam yang diakui di Indonesia karena Tuhan-nya orang Islam hanya satu, yakni Allah.
Keadilan sosial secara logika adalah paradoks. Adil tidak bisa disatukan dengan sosialisme. Mari kita buktikan. Adil artinya: “ada korelasi antara usaha dan hasil”. Kalau anda menanam padi, memelihara dengan baik, kalau tidak ada hama dan force majure, maka anda akan memanen padi anda, dan bukan jeruk. Pada sistem sosialis tidak demikian. Antara usaha dan hasil tidak ada kaitannya. Misalnya, salah satu prinsip sosialime adalah pemerataan kesejahteraan, pemerataan kekayaan, persamaan kesempatan, sama sekali berlawanan dengan keadilan. Orang yang rajin dan cerdas berusaha maka dia akan memperoleh kesempatan yang lebih besar dari pada yang malas dan bodoh. Orang yang berkerja dengan giat dan cerdas akan memperoleh jenjang karier dan kenaikan pangkat yang lebih cepat, uang yang lebih banyak, dsb. Itu akan ditekan di sistem sosialisme. Pemerintah akan merampas sebagian hasil keringat orang yang giat, rajin dan cerdas bekerja dengan alasan pemerataan dan kemanusian, melalui pajak progresif atau lebih ekstrim lagi penyitaan.
Alam ini adil. Demikian fitrahnya. Kalau anda menanak beras, jadinya nasi atau bubur dan tidak mungkin..... kadang berlian, kadang emas atau kadang tahi kucing. Ini adalah hukum alam. Usaha-usaha yang dasarnya menyimpang dari hukum alam ini, pasti gagal. Tujuannya tidak tercapai. Jika tujuan sosialisme adalah untuk memakmuran bersama, maka niscaya akan gagal. Kalau penguasa menghukum orang yang produktif dengan merampas hasil keringatnya, ini merupakan disinsentif untuk bekerja lebih produktif. Kalau dengan bermalas-malasan bisa hidup enak, kenapa mesti capek? Bila kultur ini tumbuh, maka masyarakat secara kolektif tidak produktif dan melarat.
Jadi apakah mukadimah UUD 45 sempurna? Paling tidak ada 2 hal yang harus diperbaiki. Yakni Sila Pertama dan Sila Kelima. Nah, bagaimana menurut anda?
Tiga finalis menjawab kurang lebih sama yaitu bahwa mukadimah UUD 45 sudah sempurna dan mengandung Pancasila yang merupakan cerminan kepribadian bangsa Indonesia. Jawaban mereka seperti beo yang diajari menghapal buku sejarah kebangsaan atau kewarganegaraan (dulu disebut civic). Mereka tidak tahu bahwa pada Pancasila banyak terdapat ketidak jelasan. Misalnya sila ketuhanan yang maha esa. Apa maksud maha esa, apakah tuhan harus satu saja. Kalau maha esa berarti paling hanya ada satu tuhan saja, yakni tuhan yang paling maha, tentu saja hal ini tidak bila diterapkan dalam kondisi sekarang akan menimbulkan gejolak. Lihat saja agama Kristen mereka mempercayai ada tiga Tuha, Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Roh Kudus. Demikian pula agama Hindu mengenal banyak sekali "Tuhan" yang diistilahkan dengan dewa yang mereka puja. Coba pikir, apakah Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esanya dapat mengayomi semua agama tadi. Kayaknya tidak dech, kalau memang benar-benar mau diterapkan tentu hanya agama Islam yang diakui di Indonesia karena Tuhan-nya orang Islam hanya satu, yakni Allah.
Keadilan sosial secara logika adalah paradoks. Adil tidak bisa disatukan dengan sosialisme. Mari kita buktikan. Adil artinya: “ada korelasi antara usaha dan hasil”. Kalau anda menanam padi, memelihara dengan baik, kalau tidak ada hama dan force majure, maka anda akan memanen padi anda, dan bukan jeruk. Pada sistem sosialis tidak demikian. Antara usaha dan hasil tidak ada kaitannya. Misalnya, salah satu prinsip sosialime adalah pemerataan kesejahteraan, pemerataan kekayaan, persamaan kesempatan, sama sekali berlawanan dengan keadilan. Orang yang rajin dan cerdas berusaha maka dia akan memperoleh kesempatan yang lebih besar dari pada yang malas dan bodoh. Orang yang berkerja dengan giat dan cerdas akan memperoleh jenjang karier dan kenaikan pangkat yang lebih cepat, uang yang lebih banyak, dsb. Itu akan ditekan di sistem sosialisme. Pemerintah akan merampas sebagian hasil keringat orang yang giat, rajin dan cerdas bekerja dengan alasan pemerataan dan kemanusian, melalui pajak progresif atau lebih ekstrim lagi penyitaan.
Alam ini adil. Demikian fitrahnya. Kalau anda menanak beras, jadinya nasi atau bubur dan tidak mungkin..... kadang berlian, kadang emas atau kadang tahi kucing. Ini adalah hukum alam. Usaha-usaha yang dasarnya menyimpang dari hukum alam ini, pasti gagal. Tujuannya tidak tercapai. Jika tujuan sosialisme adalah untuk memakmuran bersama, maka niscaya akan gagal. Kalau penguasa menghukum orang yang produktif dengan merampas hasil keringatnya, ini merupakan disinsentif untuk bekerja lebih produktif. Kalau dengan bermalas-malasan bisa hidup enak, kenapa mesti capek? Bila kultur ini tumbuh, maka masyarakat secara kolektif tidak produktif dan melarat.
Advertisement
EmoticonEmoticon