Puisi Guru dan Emosi Yusuf Kalla

- 21.01
advertise here
"KAPAN SEKOLAH KAMI LEBIH BAIK DARI KANDANG AYAM"
oleh Prof. Winarno Surahman.

Jusuf Kalla emosi mendengar puisi ini

Ini adalah puisi yang dibacakan pada peringatan Hari Guru Nasional, ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia, dan Hari Aksara Internasional di Stadion Manahan Solo, Jawa Tengah, Minggu (27/11) yang dihadiri oleh belasan ribu guru dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.




Setelah pembacaan puisi itu oleh pakar pendidikan Prof Dr Winarno Surachmad, puluhan guru turun dari tribun menuju ke tengah lapangan membentangkan spanduk bertuliskan: Kami Butuh Kesejahteraan. Di bawah tulisan itu tertera tanda Keluarga Besar PGRI Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.

Karena tidak suka dengan kejadian-kejadian itu, Jusuf Kalla terlihat sangat emosi. Dalam sambutannya Jusuf Kalla mengatakan, "Kita tentu mengetahui arti UUD 1945. Tetapi semua dilaksanakan tahap demi tahap. Tidak mungkin langsung melompat karena semua juga harus kita laksanakan. Saya terharu mendengarkan sajak yang dikatakan Profesor Winarno. Di samping terharu, saya juga ingin menyatakan, kita juga harus landaskan pada kejujuran dan kenyataan," ujarnya dengan nada mulai meninggi.

Dengan nada terus meninggi sambil mengacung-acungkan jari tangan kananya, Wakil Presiden berkata, "Memang sekolah kita belumlah luks. Tetapi saya yakin, sekolah kita tidak seperti kandang ayam! Saya yakin, banyak sekolah jauh lebih baik dari pada itu... Saya yakin!"
Kemudian, "Gaji Anda memang belum cukup, tetapi saya yakin gaji Anda tidak hanya cukup untuk satu hari. Janganlah kita semua menjelek-jelekkan bangsa ini karena bangsa ini perlu semangat. Kalau Anda semua selalu megejek bangsa ini, siapa yang harus menghargai bangsa ini?" ujarnya bertanya dan membuat ribaun guru tertunduk terdiam.

Di Bandara Halim Perdanakusuma, Jusuf Kalla menjelaskan, "Saya tadi emosi. Masakan guru besar berbicara seperti itu. Menjelek-jelekkan bangsa sendiri. Mengatakan sekolah kita seperti kandang ayam. Yang kita perlukan adalah pembangkitan semangat, bukan terus menjelek-jelekkan bangsa sendiri seperti itu," ujarnya dengan tersenyum.

Tanpa sebuah kepalsuan, guru artinya ibadah.
Tanpa sebuah kemunafikan,
Semua guru berikrar mengabdi kemanusiaan.
Tetapi dunianya ternyata tuli. Setuli batu.
Tidak berhati.

Otonominya, kompetensinya, profesinya hanya sepuhan pembungkus rasa getir
Bolehkan kami bertanya, apakah artinya bertugas mulia

Ketika kami hanya terpinggirkan tanpa ditanya, tanpa disapa?
Kapan sekolah kami lebih baik dari kandang ayam?
Kapan pengetahuan kami bukan ilmu kadaluarsa?
Mungkinkah berharap yang terbaik dalam kondisi yang terburuk?
Ketika semua orang menangis, kenapa kami harus tetap tertawa?
Kenapa ketika orang kekenyangan,
Kami harus tetap kelaparan?
Bolehkah kami bermimpi di dengar ketika berbicara?
Dihargai layaknya manusia?
Tidak dihalau ketika bertanya?
Tidak mungkin berharap dalam kondisi terburuk,

Sejuta batu nisan guru tua yang terlupakan oleh sejarah.
Terbaca torehan darah kering: Di sini berbaring seorang guru semampu membaca buku usang
sambil belajar menahan lapar. Hidup sebulan dengan gaji sehari.
Itulah nisan tua sejuta guru tua yang terlupakan oleh sejarah

Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search