
Sepanjang perjalanan, kami seolah melihat gambaran kehidupan masyakat yang lengkap. Dari kota terlihat masyarakat yang maju, canggih, individualistik. Terus ke 'garis depan' kami mendapati masyarakat yang masih terbelakang, sederhana tapi penuh kekeluargaan. Rumah mereka terletak di tepi sungai, tanpa listrik, tanpa air ledeng, tanpa TV. Kemana-mana naik kelotok. Sungguh kehidupan yang masih belum terjangkau gegap gempita pembangunan. Tapi mereka tidak mengeluh, terus berusaha sendiri, tidak demo, tidak mengajukan 'class action' kepada pemerintah, kenapa daerahnya belum terjangkau pembangunan.

Setelah sampai di tempat tugas, SMP Negeri 2 Daha Selatan hilanglah segala penat dan letih di perjalanan. Tempat ini seolah menjadi tempat yang mengasyikkan. Sekeliling bangunannya di atas air rawa yang dipenuhi berbagai macam ikan. Di sini tidak ada polusi dan udaranya masih segar. Lingkungannya tenang tanpa suara bising kendaraan bermotor seperti di kota besar. Siswa-siswanya sangat penurut pada guru. Yaah..mungkin karena belum banyak terpengaruh 'tayangan buruk' di televisi sehingga mereka sangat menghormati guru.

Jangan anda berfikir, bagaimana kami melakukan upacara bendera, apa berdiri di atas air? Tidak, kami memiliki lapangan luas yang dibangun di atas air tepat di tengah-tengah bangunan sekolah. Lihat saja siswa-siswi kami, keren kan? tidak kalah penampilannya dengan di kota. Oh, ya sepatu yang mereka pakai seragam, merupakan bantuan dari Bank BPD Kalsel cabang Kandangan yang sangat penduli dengan pendidikan. Kalau topi yang mereka pakai merupakan bantuan dari Dinas Pendidikan Kabupaten HSS. Kemudian lambang dan emblem merupakan swadaya sekolah yang dibeli dari dana BOS. Sekedar di ketahui, siswa-siswi kami kebanyakan dari masyarakat miskin. Jangankan untuk membeli sepatu, untuk makan saja mereka masih kesulitan. Jadi Bapak kepala sekolah harus memutar otak bagaimana supaya seragam sekolah lengkap seperti di kota.

Tapi Bapak dan Ibu Guru di SMPN 2 Daha Selatan sudah canggih lho. Lihat saja, di samping ini Bapak Wakasek yang lagi mengajar. Ada 2 laptop di depan beliau sehingga kalau menjelaskan materi pelajaran bisa ditayangkan di dinding memakai LCD proyektor. Itulah komitmen kami agar tidak ketinggalan dengan di bidang IT. Laptop sekolah dan proyektor kami beli setelah dapat bantuan dana Schollgrant. Kalau yang satunya lagi, laptop pribadi yang dibeli dengan uang kantong sendiri. Yaaah..terkadang kami harus kredit di Bank, tapi nggak apa-apa demi kemajuan diri dan kemajuan anak didik. No problem lah. Tapi idealnya pemerintah harus turut memikirkan bagaimana agar guru di daerah terpencil maju. Misalnya bagi-bagi laptop gratis. Kan enak...!

Saya tinggal dan menginap di Bajayau. Pemerintah berbaik hati membuatkan rumah dinas yang lumayan 'mungil'. Rumah ini juga di atas rawa, jadi kalau siang panas sekali dan kalau malam dingin sekali akibat adanya air di bawah rumah. Gangguan lain adalah nyamuk yang menjadi salah satu 'ikon' daerah terpencil. Kalau malam terkadang terdengar suara gemuruh 'konvoi' nyamuk yang lagi lewat di atas rumah. Saking banyaknya nyamuk ini, saya pernah memakannya. Lho? bukan sengaja sih, tapi pas waktu makan malam mulut terbuka, ada nyamuk masuk. Yaa... sekalian aja tertelan sama makanan. he.he.he.

Akhirnya, kalau dipikir-pikir, susah juga mengajar di 'garis depan'. Banyak memerlukan pengorbanan waktu, tenaga dan biaya. Jauh dari keramaian dunia, jauh dari gegap gempita kemajuan teknologi, terkadang kurang diperhatikan. Tapi kalau melihat anak didik yang masih polos, melihat semangat mereka belajar, melihat tatapan penuh harap dari bocah daerah terpencil, rasanya hati ini ingin selalu datang dan bertugas di sini. Terkadang memang ada tawaran untuk pindah ke kota, tapi saya tolak karena terlanjur 'jatuh cinta' mengajar di daerah terpencil.
EmoticonEmoticon