
Ada gurauan seorang teman yang sepertinya mewakili keadaan saya sebagai seorang guru. "Kalau kita mengajar maka hanya 10% ilmu di kampus yang dapat diterapkan di lapangan, sisanya 90% harus belajar sendiri".
Saya merenung dan merasakan apa benar hal ini terjadi pada diri sendiri. Sejak menjadi guru sekitar 4 tahun yang lalu, ternyata banyak hal yang terpaksa harus belajar sendiri. Ilmu yang saya butuhkan untuk menghadapi tugas di lapangan sebagai guru ternyata tidak mencukupi dari apa yang saya peroleh di bangku kuliah.
Yaah, mungkin saya termasuk orang kategori malas, sehingga sewaktu kuliah kurang belajar atau menimba ilmu dari dosen yang susah dicari di kampus, karena selalu terbang (dosen terbang). Mungkin saya orang yang kurang suka ke perpustakaan kampus yang koleksi bukunya hanya dapat dipinjam 2 hari. Tapi itulah hal yang sudah terjadi, sampai disitulah kemampuan saya kuliah. Walaupun akhirnya setelah menjadi guru, terpaksa harus rajin kembali buka-buka buku, bertapa di perpustakaan bahkan bertanya dan berguru pada guru yang lebih senior karena ilmu yang ada sangat kurang untuk menjadi guru.
Advertisement
Misalnya tentang administrasi dan perencanaan mengajar. Ternyata materi, format, bentuk dan contoh perangkat mengajar yang diperoleh di bangku kuliah tidak sama dengan yang ada di sekolah. Format tersebut tidak disetujui oleh pengawas.
Akibatnya sewaktu diminta oleh dinas pendidikan membuat dan mengumpulkan berkas administrasi mengajar terpaksa membuat berdasarkan format yang dipinjam dari guru senior, bukan memakai format yang ada di bangku kuliah.
Demikian juga dengan strategi mengajar. Sewaktu kuliah ada sih mata kuliah STRATEGI PEMBELAJARAN. Bahkan pakai praktek di kampus dan di sekolah sekitar kampus lagi. Tapi kalau praktek di kampus, yang menjadi siswa adalah kawan mahasiswa yang udah pintar semua. Akibatnya ilmu tentang strategi mengajar masih kurang.
Kalau praktek di lapangan (PPL) ada juga. Tapi waktunya sedikit hanya beberapa kali pertemuan. Akibatnya saya kurang begitu mengerti ilmu strategi belajar yang baik.
Sebenarnya dosen mengharapkan kita dapat belajar sendiri dari perpustakaan. Tapi kalau sekedar membaca sih sudah banyak juga dapat bukunya. Tapi strategi mengajar tidak melulu hanya teori. Perlu praktek, perlu diskusi dengan yang lebih ahli.
Akibatnya, jadilah murid saya di tahun pertama menjadi kelinci percobaan saya dalam strategi mengajar. Apalagi daerah saya bertugas adalah daerah yang berdasarkan SK Bupati merupakan DAERAH SANGAT TERPENCIL. Bayangkan, ada murid saya yang di SMP masih belum lancar membaca. Apa bisa, teori dan pengalaman PPL strategi mengajar di kota diterapkan di sini.
Kalau boleh menilai, materi perkuliahan saya di FKIP Unlam program studi Pendidikan Matematika terlalu banyak materi matematikanya. Sampai dengan materi analitik, diskrit, deret Fourier, dan lain-lain yang saya sendiri tidak ingat lagi. Saking tingginya ilmu matematika tersebut, tapi setelah menjadi guru SMP tidak ada yang bisa di pakai. Karena materi matematika di SMP paling tinggi adalah Logaritma, Persamaan Kuadrat, dan lain-lain.
Yang sangat saya perlukan di lapangan adalah:
1. Bagaimana menghadapi siswa yang nakal?
2. Bagaimana mensiasat pembelajaran yang siswanya masih belum lancar membaca?
3. Bagaimana agar pembelajaran matematika yang abstrak bisa dibuat kontekstual dengan alat, media dan bahan ajar yang terbatas. (maklum di daerah sangat terpencil).
4. Bagaimana memotivasi siswa?
5. Bagaimana membuat siswa memiliki ketertarikan untuk belajar, karena didaaerah saya siswa sering tidak hadir karena lebih memilih ikut orang tua mencari nafkah?
dan lain-lain. Masih banyak lagi...
Jadi tolong kepada rekan seprofesi, yang masih baru belajar mengajar dan menemui banyak permasalahan, berikan komentar tentang masalah yang anda juga alami.
Kepada bapak / ibu dosen, bapak Dekan, bapak Rektor, bapak Menteri Pendidikan, bapak Presiden, dan pihak yang terkait. Tolong agar kurikulum pendidikan guru yang ada lebih banyak lagi muatan pendidikannya, jangan kebanyakan teori dan ilmu tingkat tinggi yang tidak terpakai di lapangan.
EmoticonEmoticon